Would you tell me this smallness isn’t a waste?
Pernah nggak lo ngerasa kebahagiaan lo terlalu kecil? Kayak nggak cukup penting buat dihitung, apalagi diceritain? Mungkin sesimpel lo bisa nonton film favorit di kamar. Atau makan mie instan di teras rumah sambil dengerin hujan. Hal-hal yang kalau lo ceritain ke orang lain, mereka cuma bakal bilang, “Oh, gitu doang?” Padahal, buat lo, itu momen yang berharga.
Gue pernah. Sering malah.
Capek, ya? Kayaknya hidup tuh kayak punya “manual book” nggak tertulis soal apa yang disebut sukses dan bahagia. Dunia selalu sibuk mendorong kita buat punya lebih: mimpi lebih besar, rumah lebih luas, uang lebih banyak, bahkan kebahagiaan yang lebih mencolok. Seolah-olah, kalau lo puas sama hal kecil, lo nggak cukup ambisius, kurang usaha, atau nggak punya mimpi yang “bener”.
Di dunia ini, semuanya berlomba buat jadi besar. Mimpi besar, pencapaian besar, bahkan kebahagiaan yang kalau nggak megah, rasanya kayak nggak layak diceritain. Kita tumbuh di tengah narasi bahwa makin besar tujuan lo, makin bermakna hidup lo. Tapi gue nggak yakin semua orang pengen hidup kayak gitu.
Di tengah hiruk pikuk ini, kita diajarin kalau kebahagiaan itu harus besar. Pencapaian besar, pesta besar, mimpi besar. Kalau nggak besar, rasanya nggak cukup buat dirayain. Kita sibuk bikin daftar panjang soal apa yang “harus” lo punya buat bahagia: sukses di umur 25, kerjaan bagus, rumah sendiri, jalan-jalan keliling dunia, pasangan ideal. Kalau nggak punya semua itu, lo dianggap gagal.
Tapi gimana kalau kebahagiaan lo nggak ada hubungannya sama itu semua? Apa iya kebahagiaan harus selalu megah?
Kadang gue mikir, gimana kalau hidup gue cuma soal hal-hal kecil? Kalau bahagia gue kadang nggak lebih dari nonton gigs kecil yang ramai tapi intim, nyanyi bareng temen-temen dan orang asing yang hafal semua lirik? Atau sesederhana duduk di kamar, lampu redup, playlist kesukaan muter, ditemenin film favorit dan secangkir teh anget?
Gue inget waktu duduk sendirian di kamar, tiba-tiba kepikiran: kenapa sih gue nggak pernah pengen sesuatu yang megah banget? Kenapa keinginan gue banyakan hal kecil dibanding hal besar? Kebahagiaan gue sering ada di tempat-tempat kecil yang jarang dilihat orang. Tapi kenapa gue suka ngerasa malu? Malu karena gue rasa kebahagiaan gue terlalu kecil. Malu karena mimpi-mimpi gue nggak spektakuler, nggak “aim to the sky.” Apalagi kalau liat orang lain yang hidupnya kayak penuh sorotan, seolah mereka punya semuanya.
Belum lagi kalau denger komentar, “Masa itu aja keinginannya? Mimpi-mimpinya?” Gue mulai mikir: apa yang gue pikirin ini salah, ya? Apa kebahagiaan kecil gue buang-buang waktu? Emang mimpi tuh harus besar dan luar biasa sampe bikin orang kagum ya?
Pertanyaan itu bikin lelah. Kenapa kita harus ngerasa bersalah cuma karena kebahagiaan kita nggak sebesar orang lain? Kenapa kita diajarin buat ngejar lebih, padahal “cukup” versi gue atau lo itu udah segalanya? Gue tarik napas, inget lagi: kebahagiaan itu nggak pernah soal ukuran. Kebahagiaan itu tentang gimana kita bisa ngerasainnya, sekecil apa pun.
Pernah nggak ngalamin momen kecil yang bikin lo ngerasa lengkap? Dapet tiket konser band favorit lo meskipun mereka bukan band besar? Jalan sore sendirian, angin lembut nerpa wajah lo, terus liat matahari terbenam? Atau momen absurd, kayak temen lo nyengir konyol di tengah obrolan random, dan lo ketawa tanpa alasan?
Kayak waktu gue nonton Joyland Festival kemarin. Gue ngeliat orang-orang bahagia banget abis nonton Bombay Bicycle Club di hari ketiga. Setelah festival selesai, semua orang langsung foto bareng temen-temennya buat mengenang momen itu. Bahkan ada mbak-mbak yang dateng sendiri dan minta tolong gue fotoin. Dia seneng banget liat hasilnya. Hal kecil kayak gitu sering lebih nempel di hati gue dibanding hal besar yang pernah gue kejar. Dan gue lebih milih kebahagiaan kecil itu, karena mereka nggak butuh validasi siapa-siapa. Mereka ada di sana, cuma buat dinikmatin.
Tapi kita sering lupa. Kita diajarin kalau kebahagiaan harus punya “nilai jual.” Harus bisa dipamerin, diceritain, diakui. Padahal, siapa yang bikin aturan itu? Kenapa kita harus ngejar sesuatu yang nggak kita pengen, cuma buat dapet pengakuan orang lain?
Gue ngerti kebahagiaan kecil kadang susah diterima. Dari kecil kita diajarin buat ngejar sesuatu yang besar. Kayak belajar naik sepeda, kita nggak cuma diajarin seneng karena bisa ngayuh pertama, tapi terus ngejar sampai bisa balapan sama anak lain. Sekarang, setelah dewasa, itu nggak berubah. Kita masih terus ngejar, kali ini hal-hal yang katanya bikin hidup lebih berarti.
Tapi apa artinya kalau kita lupa berhenti dan menikmati langkah-langkah kecil yang kita lakuin di sepanjang proses perjalanan nya?
Gue pernah ngobrol sama temen. Dia bilang, “Kebahagiaan kecil nggak akan pernah cukup kalau lo terus bandingin sama kebahagiaan orang lain.” Dan dia bener. Selama lo sibuk ngeliat hidup orang, lo nggak bakal bisa nikmatin apa yang ada di depan lo. Lo akan terus merasa kurang.
Pernah nggak inget-inget, apa yang bikin lo senyum hari ini? Hal besar, atau justru hal kecil yang nggak lo sadari?
Temen gue pernah cerita, “Gue capek banget deh. Gue selalu pengen lebih. Tapi pas dapet, kenapa gue malah ngerasa kosong?” Gue ngerti banget apa yang dia rasain. Kadang kita lupa buat berhenti. Lupa menikmati apa yang kita punya sekarang. Kita sibuk mikir kebahagiaan itu ada di depan sana, di tempat yang belum kita capai.
Padahal, gimana kalau kebahagiaan itu ada di sini, di tempat kita berdiri sekarang? Gimana kalau hidup yang kita damba-dambakan bukan hal yang bikin kita seneng? Gimana kalo hal-hal kecil yang ternyata bikin kita lebih seneng, hal-hal kecil yang ada disaat ini.
Jadi kayanya masalahnya bukan di kebahagiaan kecil itu ya? Masalahnya kayanya ada di kepala kita yang terus ngerasa hidup harus lebih dari ini. Kalau kita nggak ngejar sesuatu yang besar, berarti kita gagal. Tapi siapa bilang? Gue nggak bilang mimpi besar itu salah. Lo boleh punya mimpi setinggi langit. Tapi lo juga nggak salah kalau kebahagiaan lo ada di hal-hal kecil. Kebahagiaan kecil itu sama berharganya.
Gue tahu gue bukan satu-satunya yang merasa kayak gini. Mungkin lo juga. Mungkin lo capek ngejar sesuatu yang sebenarnya nggak lo pengen (mungkin? who knows?).
Kalau iya, gue cuma mau bilang: nggak apa-apa kok kalau bahagia lo itu bahagia yang kecil dan biasa-biasa aja buat orang lain, karena buat lo kan bahagia nya itu besar? Dan lagi juga kebahagiaan kecil itu nggak pernah sia-sia kan? Karena dalam momen paling kecil pun, mereka selalu punya artinya sendiri buat kita.
So would you tell me this smallness isn’t a waste? Jawaban gue: absolutely not. Hidup bukan soal siapa yang punya yang paling besar, tapi soal siapa yang selalu bisa nemuin keindahan di dalam hal-hal kecil sekalipun, so count your blessings ❤